Entri Populer

Selasa, 28 Februari 2012

MATURITY..kematangan psikologis pemimpin

Perkembangan manusia,mengalami dua macam perkembangan yaitu jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis, puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (Abilitas), pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Dibawah ini kami mencoba untuk memaparkan criteria pemimpin yang matang psikologis, istilah  perkembangan untuk menunjukkan bahwa seseorang menanggapi keadaan atau lingkungan dengan cara yang tepat. inilah yang diharapkan publik dalam masyarakat di Republik ini. matang dalam pengambilan keputusan dan bijak dalam menanggapi segala ktitik tetapi tidak macak tuli dan bisu diam seribu basa tanpa respon secara verbal sedikit pun.
Pengertian Matang psikologis
Manusia mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan, sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (Abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan psikologis (Maturity).
 
Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematanan beragama, jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik. Karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik, keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
Yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Manusia.
Seperti halnya yang telah dijelaskan diatas dalam tingkat perkembangan yang dicapai diusia anak-anak, maka kedewasaan jasmani belum tentu berkembang setara dengan perkembangan rohani. Secara normal memang seorang yang sudah mencapai tingkat kedewasaan akan memiliki pola kematangan rohani seperti kematangan berpikir, kematangan pribadi maupun kematangan emosi. Tetapi perimbangan antara kedewasaan jasmani dan kematangan rohani ini ada kalanya tidak berjalan sejajar. Secara fisik (jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa, tetapi secara rohani ia ternyata belum matang.
Keterlambatan pencapaian kematangan rohani ini menurut ahli psikokogi pendidikan sebagai keterlambatan dalam perkembangan kepribadian. Factor-faktor ini menurut Dr.Singgih D. Gunarsa dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: factor yang terdapat pada diri anak dan factor yang berasal dari lingkungan.
Adapun factor intern anak itu yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah: konstitusi tubuh, struktur dan keadaan fisik, koordinasi motorik, kemampuan mental dan bakat khusus (intelegensi tinggi, hambatan mental, bakat khusus), emosionalitas. Semua factor intern ini ikut mempengaruhi terlambat tidaknya perkembangan kepribadian seseorang.
Selanjutnya yang termasuk pengaruh factor lingkungan adalah: keluarga, sekolah (Singgih D.Gunarta: 88-96). Selain itu ada factor lain yang juga mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang yaitu kebudayaan tempat dimana seseorang itu dibesarkan. Kebudayaan turut mempengaruhi pembentukan pola tingkah laku serta berperan dalam pembentukan kepribadian. Kebudayaan yang menekankan pada norma yang didasarkan kepada nilai-nilai luhur seperti kejujuran, loyalitas, kerja sama bagaimanapun akan memberi pengaruh dalam pembentukan pola dan sikap yang merupakan unsur dalam kepribadian seseorang. Demikian pula halnya dengan kematangan dalam berkeyakinan dan kepercayaan.
Dalam kehidupan tak jarang dijumpai mereka yang taat menyembah Tuhan itu dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman kejiwaan serta type kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan psikologi keyakinan terhadap Tuhan YME mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing.
Temperamen merupakan salah satu unsur dalam membentuk kepribadian manusia sehingga dapat tercermin dari kehidupan jiwa orang-orang yang melancholis akan berbeda dengan orang yang berkepribadian displastis dalam sikap dan pandangannya terhadap ajaran dalam kepercayaanya.
Sebagaimana halnya mistisisme, tasyawuf atau sufisme mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada dihadirat Tuhan. Intisarinya adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi (Harun Nasution: 56). Kesadaran berada dekat Tuhan itu dapat mengambil bentuk ijtihad, bersatu dengan Tuhan.
Ciri khas Mistisisme yang pertama kali menarik para ahli psikologi agama adalah kenyataan bahwa pengalaman-pengalaman mistik atau perubahan-perubahan kesadaran yang mencapai puncaknya dalam kondisi yang digambarkannya sebagai kemanunggalan.  Dengan demikian mistisisme menurut pandangan psikologi  hanya terbatas pada upaya untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaan tertentu yang terdapat pada tokoh-tokoh mistik, tanpa harus mempermasalahkan agama yang mereka anut. Mistisisme merupakan gejala umum yang terlihat dalam kehidupan tokoh-tokoh mistik, baik yang teistik maupun nonteistik.Sejarah perkembangan aliran kepercayaan mengingatkan pada “sila ketuhanan yang maha esa”
Jadi kematangan psikologis terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik, karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik. Keyakinan itu ditampilkan dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya. Secara normal memang seorang yang sudah mencapai tingkat kedewasaan akan memiliki pola kematangan rohani seperti kematangan berfikir, kematangan kepribadian maupun kematangan emosi, tetapi perimbangan antara kedewasaan jasmani dan kematangan rohani ini ada kalanya tidak berjalan sejajar, secara fisik (jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa, tetapi secara rohani ternyata ia belum matang.

DAFTAR PUSTAKA
H. Jalaludin, Prof. Dr, Psikologi Agama Edisi Refisi 2002, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
H. Ramayulis, Prof. Dr, Pengantar Psikologi Agama, Kalam Mulia, Jakarta, 2002.
Nasution Harun, Filsafat Mistisisme Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
Tafsir Ahmad, Prof. Dr, Filsafat Ilmu, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006


1 komentar: